Pengembangan
Koperasi Unit Desa (KUD) Sebagai Kekuatan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde
Baru.
Oleh:Dr.H.Suhaeli,M.SI
Ide dasar pembentukan
Koperasi selau dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang
menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
dasar kekuluargaan. Dalam penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangunan
usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Hal ini yang
kemudian dijadikannya koperasi setara dengan BUMN dan swasta dalam perekonomian
Indonesia. Pada masa orde baru Kebijakan-kebijakan untuk pengembangan koperasi
didasarkan pada undang-undang koperasi no.12 tahun 1967. Selain itu berdasarkan
TAP MPR nomer IV tahun 1973 yang menegaskan tentang perlunya meningkatkan
kegiatan koperasi agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya di dalam tata
ekonomi Indonesia. dalam hal ini, koperasi merupakan salah satu wadah dan
wahana yang sesuai bagi pelaksanaan pembangunan nasional di bidang
perekonomian, terutama dalam usaha meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi
golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Disamping
itu, koperasi menjadi suatu organisasi ekonomi yang penting dalam rangka
peningkatan tabungan dan produksi. Koperasi dapat merupakan alat untuk
memecahkan ketidakselarasan di dalam masyarakat yaitu sebagai organisasi dari
masyarakat golongan ekonomi lemah.
Salah satu upaya yang
dilakukan oleh pemerintah yakni dengan melakukan pembinaan untuk mendorong
pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Pembinaan yang ditujukan kea rah
organisasi dan manajemen koperasi agar lebih berdayaguna dan berhasilguna serta
bimbingan dan bantuan dalam bidang pembiayaan dan permodalan. dalam hal ini,
peranan lembaga jaminan kredit yang telah dibentuk tahun 1970 sangat besar
dalam membantu koperasi. Hal ini terlihat dari kredit investasi dan kredit
eksploitasi dari Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp. 3 Miliyar dan dalam rangka
usaha pengadaan pangan oleh KUD telah direalisir Rp.11,7 milyar. Kredit-kredit
ini digunakan untuk usaha yang dalam penggunaannya ternyata telah menunjukan
hal-hal yang positif. Beberapa hal yang menunjukan hal positif tersebut
diantaranya yakni[1]:
Pertama, usaha koperasi sesuai dengan
bidang-bidang yang ditanganinya berjalan lancer dan mencapai keberhasilan,
sehingga diperoleh hasil usaha yang sebagian daripadanya merupakan modal yang
terbentuk, sehingga untuk usaha selanjutnya tidak perlu menggantungkan lagi
atas adanya kredik; Kedua,
pengambilan kredit dilakukan tepat pada waktunya kecuali dibeberapa tempat yang
memang manajemennya masih perlu ditingkatkan; Ketiga, kesejahteraan anggota dapat lebih ditingkatkan dan lebih
dari itu pembangunan masyarakat desa dapat juga diwujudkan.
Selanjutnya
upaya pengembangan koperasi dilakukakan dengan melakukan hubungan kemitraan
dengan badan-badan usaha milik swasta maupun BUMN. Keterkaitan dengan BUMN
pemerintah mengeluarkan sk Menkeu No. 1232 tahun 1989 yang mewajibkan semua
BUMN menyisihkan keuntungannya sebesar 1-5 % untuk pengembangan koperasi.
Dengan kebijakan ini, maka koperasi mendapatkan bantuan dana yang cukup besar
dari swasta maupun BUMN. Perkembangan dana swasta, melalui deviden saham, dan
BUMN yang diterima koperasi dapat dilihat dalam tabel berikut ini[2];
Tabel Jumlah yang diterima Koperasi dari Pembagian Deviden Pers
Swasta dan BUMN
Tahun
|
Deviden
Pers Swasta (juta/Rp)
|
Dana
BUMN (juta/Rp)
|
Jumlah
KUD Penerima
|
|
SWASTA
|
BUMN
|
|||
1990
|
0
|
22.789
|
318
|
1.286
|
1991
|
1.285
|
12.161.471
|
1.023
|
1.354
|
1992
|
1.666
|
14.100
|
1.387
|
1.234
|
Mengenai pendirian dan
perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi di tingkat nasional ini bisa
dibaca dalam keputusan menteri Negara koperasi dan usaha kecil dan menengah
Republik Indonesia nomor 104.1/KEP/M.KUKM/X/2002 tanggal 6 Oktober 2004 tentang
petunjuk pelaksanaan pembentukan, pengesahan AKTA Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi. Lihat Harvarindo, Peraturan
Pelaksanaan Perkoperasian di Indonesia (Jakarta: Hadi Setia Tunggal, 2006),
hlm. 18
Selanjutnya
pemerintah orde baru mengembangkan model koperasi yang basisnya pada
pemberdayaan ekonomi pedesaan. Pola kebijakan pokok yang dikembangkan yakni
pembinaan kelembagaan dan pengembangan usaha koperasi. Dua hal inilah adalah
kebijakan pokok departemen koperasi dalam mendorong tumbuh kembangnya koperasi.
Pola kebijakan ini secara ekonomi berarti berupaya meletakkan koperasi sebagai
kekuatan ekonomi yang tangguh. Fenomena yang segera Nampak dari langkah-langkah
kebijakan ini adalah pemerintah segera mensponsori pembentukan KUD secara
besar-besaran. Pembentukan KUD secara besar-besaran itu disertai dengan bantuan
modal maupun pengelolaan komoditi untuk menghidupkan usaha ekonomi koperasi.
Fungsi KUD hanya menjadi instrument distribusi dan sirkulasi besar dan komiditi
pangan lainnya. Fungsi distribusi beras selama ini, kemudian diupayakan menjadi
modal kerja dan unit usaha yang profit
centre untuk KUD. Pada tahun 1978 jumlah KUD telah berkembang sebanyak
4.444 buah. Jumlah ini pada tahun 1992 telah berkembang lebih banyak yakni
mencapai 8.799 buah. Berikut ini tabel perkembangan KDU antara tahun 1989-1993
sebagai berikut[3]:
1. Tahun 1989-1990 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.027
2. Tahun 1990-1990 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.276
3. Tahun 1991-1992 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.948
4. Tahun 1992-1993 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.799
Sumber:
Diolah dari Laporan Pertanggungjawaban Menteri Koperasi Pada Kabinet
Pembangunan V dalam Buku Besar, Koperasi dan Politik Orde Baru
Apabila dianalisis
bahwa peran pemerintah terhadap perkembangan koperasi sangat besar. Mendorong
perkembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak berarti pemerintah
turut campur tangan dalam urusan dalam (interen) koperasi. Dalam hal ini,
intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama
lambannya perkembangan koperasi pasca jatuhnya rezim orde baru. Misalnya,
sebagian besar KUD sebagai koperasi program pembangunan pertanian didukung
dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disatu sisi, pemerintah hanya
memanfaatkan KUD untuk mendukung program pertanian untuk swasembada beras, seperti
yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era orde baru.
Hal ini menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan
koperasi secara eksplisit ditugaskan untuk melanjutkan program yang kurang
berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, bahkan bank pemerintah seperti
penyaluran kredit ke petani lewar BIMAS menjadi koperasi unit tani. Pola
pengadaan beras pemerintah, sampai pada penciptaan monopoli baru, sehingga
nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program. Hal ini yang membuat KUD
tidak dapat mandiri sehingga membuat KUD kebingungan pasca jatuhnya orde baru.
Secara kuantitas
perkembangan KUD memang berkembang tetapi secara kualitas KUD tidak berkembang.
Hasil penelitian Widiyanto menunjukan bahwa jenis usaha yang sering menjadi
andalan pemerintah salah satunya yakni KUD menyimpulkan bahwa tidak banyak
koperasi (salah satunya KDU) yang memiliki profit keunggulan bersaing, posisi
KUD cenderung pada posisi dapat bertahan menjadi lemah. Selain itu, keberadaan
koperasi (salah satunya KUD) mempunyai makna ganda yakni koperasi sebagai badan
usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Pada makna yang
pertama dalam kerangka seperti inilah koperasi diperkenankan untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan dalam makna yang kedua usaha yang
dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Makna ganda ini
sangat merepotkan karena disatu sisi koperasi mesti mengejar profit sebesar-besarnya
namun langka bisnis ini sering bertabrakan dengan keinginan anggotanya yakni
menyejahterakan anggotanya. Oleh karena itu, perhitungan kelayakan usaha
koperasi, jika hanya mengandalkan aspek likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas usaha menjadi tidak tepat[4].
Keberadaan koperasi,
BUMN, dan swasta dijadikan sebagai tiga kekuatan perekonomian Indonesia. pada
kenyataannya peran swasta dan BUMN lebih mendapatkan perhatian yang besar dari
pemerintah orde baru dibandingkan dengan koperasi. Hal ini terlihat dengan dikeluarkannya
UU Penanaman Modal Asing kemudian disusul dengan dikeluarkannya UU Penanaman
Modal Dalam Negeri[5].
Ini mencerminkan bahwa pemerintah lebih mementingkan masuknya investor asing
terlebih dahulu dari pada mobilisasi dana investor dalam negeri. Melalui
hubungan-hubungan khusus dengan para elit politik dalam pemerintahan, beberapa
pengusaha memperoleh banyak kemudahan dalam mendirikan dan mengembangkan usaha
mereka. Disatu sisi, koperasi hanya dijadikan sebagai alat oleh pemerintah
untuk distribusi dari komiditi pangan. Secara politik koperasi dijadikan alat
pemerintah untuk memberikan informasi program pemerintah kepada masyarakat agar
masyarakat merasa diperhatikan oleh pemerintah. Koperasi tidak memiliki
wewenang yang luas dalam mengembangkan usahanya. Semua program dijalan atas
perintah dari pemerintah. oleh karena itu, peran koperasi yang kecil dan tidak
independen apabila dibandingkan dengan swasta dan BUMN (bertentangan dengan UUD
1945)..
[1]
G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia, (Jakarta:Rineke
Cipta, 1993), hal 108.
[2]
Ibid hal 161
[3]
Bustanil Arifin, Beras, Koperasi, dan Politik Orde Baru,
(Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1995), Hal 153.
[4]
Prof. Dr. Tulus
T.H.Tambunan, Perekonomian Indonesia:
Kajian Teoritis dan Analisis Empiris, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2012), Hal
320.
[5]
Andrinof. A Chaniago, Gagalnya Pembangunan:Membaca Ulang
Keruntuhan Orde Batu, (Jakarta:LP3ES, 2012), hal 28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar