Senin, 12 Agustus 2013

Pengembangan Koperasi Unit Desa Sebagai Kekuatan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Baru

Pengembangan Koperasi Unit Desa (KUD) Sebagai Kekuatan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Baru.
Oleh:Dr.H.Suhaeli,M.SI
Ide dasar pembentukan Koperasi selau dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas dasar kekuluargaan. Dalam penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangunan usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Hal ini yang kemudian dijadikannya koperasi setara dengan BUMN dan swasta dalam perekonomian Indonesia. Pada masa orde baru Kebijakan-kebijakan untuk pengembangan koperasi didasarkan pada undang-undang koperasi no.12 tahun 1967. Selain itu berdasarkan TAP MPR nomer IV tahun 1973 yang menegaskan tentang perlunya meningkatkan kegiatan koperasi agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya di dalam tata ekonomi Indonesia. dalam hal ini, koperasi merupakan salah satu wadah dan wahana yang sesuai bagi pelaksanaan pembangunan nasional di bidang perekonomian, terutama dalam usaha meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Disamping itu, koperasi menjadi suatu organisasi ekonomi yang penting dalam rangka peningkatan tabungan dan produksi. Koperasi dapat merupakan alat untuk memecahkan ketidakselarasan di dalam masyarakat yaitu sebagai organisasi dari masyarakat golongan ekonomi lemah.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yakni dengan melakukan pembinaan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Pembinaan yang ditujukan kea rah organisasi dan manajemen koperasi agar lebih berdayaguna dan berhasilguna serta bimbingan dan bantuan dalam bidang pembiayaan dan permodalan. dalam hal ini, peranan lembaga jaminan kredit yang telah dibentuk tahun 1970 sangat besar dalam membantu koperasi. Hal ini terlihat dari kredit investasi dan kredit eksploitasi dari Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp. 3 Miliyar dan dalam rangka usaha pengadaan pangan oleh KUD telah direalisir Rp.11,7 milyar. Kredit-kredit ini digunakan untuk usaha yang dalam penggunaannya ternyata telah menunjukan hal-hal yang positif. Beberapa hal yang menunjukan hal positif tersebut diantaranya yakni[1]: Pertama, usaha koperasi sesuai dengan bidang-bidang yang ditanganinya berjalan lancer dan mencapai keberhasilan, sehingga diperoleh hasil usaha yang sebagian daripadanya merupakan modal yang terbentuk, sehingga untuk usaha selanjutnya tidak perlu menggantungkan lagi atas adanya kredik; Kedua, pengambilan kredit dilakukan tepat pada waktunya kecuali dibeberapa tempat yang memang manajemennya masih perlu ditingkatkan; Ketiga, kesejahteraan anggota dapat lebih ditingkatkan dan lebih dari itu pembangunan masyarakat desa dapat juga diwujudkan.
Selanjutnya upaya pengembangan koperasi dilakukakan dengan melakukan hubungan kemitraan dengan badan-badan usaha milik swasta maupun BUMN. Keterkaitan dengan BUMN pemerintah mengeluarkan sk Menkeu No. 1232 tahun 1989 yang mewajibkan semua BUMN menyisihkan keuntungannya sebesar 1-5 % untuk pengembangan koperasi. Dengan kebijakan ini, maka koperasi mendapatkan bantuan dana yang cukup besar dari swasta maupun BUMN. Perkembangan dana swasta, melalui deviden saham, dan BUMN yang diterima koperasi dapat dilihat dalam tabel berikut ini[2];

Tabel Jumlah yang diterima Koperasi dari Pembagian Deviden Pers Swasta dan BUMN
Tahun
Deviden Pers Swasta (juta/Rp)
Dana BUMN (juta/Rp)
Jumlah KUD Penerima
SWASTA
BUMN
1990
0
22.789
318
1.286
1991
1.285
12.161.471
1.023
1.354
1992
1.666
14.100
1.387
1.234

Mengenai pendirian dan perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi di tingkat nasional ini bisa dibaca dalam keputusan menteri Negara koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia nomor 104.1/KEP/M.KUKM/X/2002 tanggal 6 Oktober 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pembentukan, pengesahan AKTA Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Lihat Harvarindo, Peraturan Pelaksanaan Perkoperasian di Indonesia (Jakarta: Hadi Setia Tunggal, 2006), hlm. 18
 Selanjutnya pemerintah orde baru mengembangkan model koperasi yang basisnya pada pemberdayaan ekonomi pedesaan. Pola kebijakan pokok yang dikembangkan yakni pembinaan kelembagaan dan pengembangan usaha koperasi. Dua hal inilah adalah kebijakan pokok departemen koperasi dalam mendorong tumbuh kembangnya koperasi. Pola kebijakan ini secara ekonomi berarti berupaya meletakkan koperasi sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh. Fenomena yang segera Nampak dari langkah-langkah kebijakan ini adalah pemerintah segera mensponsori pembentukan KUD secara besar-besaran. Pembentukan KUD secara besar-besaran itu disertai dengan bantuan modal maupun pengelolaan komoditi untuk menghidupkan usaha ekonomi koperasi. Fungsi KUD hanya menjadi instrument distribusi dan sirkulasi besar dan komiditi pangan lainnya. Fungsi distribusi beras selama ini, kemudian diupayakan menjadi modal kerja dan unit usaha yang profit centre untuk KUD. Pada tahun 1978 jumlah KUD telah berkembang sebanyak 4.444 buah. Jumlah ini pada tahun 1992 telah berkembang lebih banyak yakni mencapai 8.799 buah. Berikut ini tabel perkembangan KDU antara tahun 1989-1993 sebagai berikut[3]:
1. Tahun 1989-1990 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.027
2. Tahun 1990-1990 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.276
3. Tahun 1991-1992 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.948
4. Tahun 1992-1993 Perkembangan Jumlah KUD Mencapai 8.799














Sumber: Diolah dari Laporan Pertanggungjawaban Menteri Koperasi Pada Kabinet Pembangunan V dalam Buku Besar, Koperasi dan Politik Orde Baru
Apabila dianalisis bahwa peran pemerintah terhadap perkembangan koperasi sangat besar. Mendorong perkembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak berarti pemerintah turut campur tangan dalam urusan dalam (interen) koperasi. Dalam hal ini, intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama lambannya perkembangan koperasi pasca jatuhnya rezim orde baru. Misalnya, sebagian besar KUD sebagai koperasi program pembangunan pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disatu sisi, pemerintah hanya memanfaatkan KUD untuk mendukung program pertanian untuk swasembada beras, seperti yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era orde baru. Hal ini menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugaskan untuk melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, bahkan bank pemerintah seperti penyaluran kredit ke petani lewar BIMAS menjadi koperasi unit tani. Pola pengadaan beras pemerintah, sampai pada penciptaan monopoli baru, sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program. Hal ini yang membuat KUD tidak dapat mandiri sehingga membuat KUD kebingungan pasca jatuhnya orde baru.
Secara kuantitas perkembangan KUD memang berkembang tetapi secara kualitas KUD tidak berkembang. Hasil penelitian Widiyanto menunjukan bahwa jenis usaha yang sering menjadi andalan pemerintah salah satunya yakni KUD menyimpulkan bahwa tidak banyak koperasi (salah satunya KDU) yang memiliki profit keunggulan bersaing, posisi KUD cenderung pada posisi dapat bertahan menjadi lemah. Selain itu, keberadaan koperasi (salah satunya KUD) mempunyai makna ganda yakni koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Pada makna yang pertama dalam kerangka seperti inilah koperasi diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan dalam makna yang kedua usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Makna ganda ini sangat merepotkan karena disatu sisi koperasi mesti mengejar profit sebesar-besarnya namun langka bisnis ini sering bertabrakan dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggotanya. Oleh karena itu, perhitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan aspek likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha menjadi tidak tepat[4].

Keberadaan koperasi, BUMN, dan swasta dijadikan sebagai tiga kekuatan perekonomian Indonesia. pada kenyataannya peran swasta dan BUMN lebih mendapatkan perhatian yang besar dari pemerintah orde baru dibandingkan dengan koperasi. Hal ini terlihat dengan dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing kemudian disusul dengan dikeluarkannya UU Penanaman Modal Dalam Negeri[5]. Ini mencerminkan bahwa pemerintah lebih mementingkan masuknya investor asing terlebih dahulu dari pada mobilisasi dana investor dalam negeri. Melalui hubungan-hubungan khusus dengan para elit politik dalam pemerintahan, beberapa pengusaha memperoleh banyak kemudahan dalam mendirikan dan mengembangkan usaha mereka. Disatu sisi, koperasi hanya dijadikan sebagai alat oleh pemerintah untuk distribusi dari komiditi pangan. Secara politik koperasi dijadikan alat pemerintah untuk memberikan informasi program pemerintah kepada masyarakat agar masyarakat merasa diperhatikan oleh pemerintah. Koperasi tidak memiliki wewenang yang luas dalam mengembangkan usahanya. Semua program dijalan atas perintah dari pemerintah. oleh karena itu, peran koperasi yang kecil dan tidak independen apabila dibandingkan dengan swasta dan BUMN (bertentangan dengan UUD 1945)..


[1] G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia, (Jakarta:Rineke Cipta, 1993), hal 108.
[2] Ibid hal 161
[3] Bustanil Arifin, Beras, Koperasi, dan Politik Orde Baru, (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1995), Hal 153.
[4] Prof. Dr. Tulus T.H.Tambunan, Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan Analisis Empiris, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2012), Hal 320.
[5] Andrinof. A Chaniago, Gagalnya Pembangunan:Membaca Ulang Keruntuhan Orde Batu, (Jakarta:LP3ES, 2012), hal 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar