Integrasi
Politik Serta Kritik Terhadap Implemenasinya di Indonesia
Oleh: Dr.H.Suhaeli,M.SI
A. Teori Integrasi Politik
Teori tentang integrasi
ini kemudian akan saya gunakan untuk melihat kondisi integrasi di Indonesia.
Hal ini sangat menarik untuk melihat kondisi integrasi di Indonesia karena
Indonesia merupakan negara yang multibangsa. Banyaknya etnis di Indonesia
membuat Negara Indonesia sangat rawan konflik, sehingga integrasi politik
sangat ditbutuhkan untuk menjaga stabilitas nasional. Oleh karena itu, Negara
akan menggunakan integrasi politik sebagai alat untuk meminimalisir
konflik-konflik antar etnis tersebut.
Dua orang sarjana barat
yakni James J. Coleman dan Carl G. Rosberg melihat bahwa integrasi politik
merupakan sebagai sauatu bagian dari integrasi nasional[1].
Dalam hal ini, integrasi nasional mempunyai dua dimensi yaitu vertikal dan
dimensi horizontal. Secara vertikal Integrasi nasional bertujuan untuk
menjembatani celah perbedaan yang mungkin ada antara elit dan massa dalam
rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang
berpartisipasi. Kemudian secara horizontal integrasi nasional bertujuan untuk
mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangkan proses
penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen. Berbeda dengan pendapat dari
Weiner yang menyatakan integrasi dengan mengidentifikasikan masalah-masalah
yang tercakup dalam setiap pengertian integrasi. Weiner menampilkan beberapa
pengertian integrasi lainnya seperti integrasi nilai dan integrasi tingkah
laku. Dengan demikian, bagi Weiner masalah integrasi nasional tidak hanya
meluputi masalah teritorial dan perbedaan elit-massa saja, tetapi bisa lebih
luas lagi.
Menurut Nazaruddin
Sjamsuddin melihat bahwa pengertian integrasi baik secara vertikal maupun
secara horizontal terlalu banyak memusatkan dari pada arah dan tujuan
integrasi. Dalam hal ini, Para ahli ini lebih banyak memfokuskan dari pada apa
yang diintegrasikan di dalam proses perpaduan itu. Secara vertical integrasi
politik lebih menekankan untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada pada
kelompok yang berpengaruh dan yang dipengaruhi, selain itu secara horizontal
integrasi politik lebih menekankan untuk wilayahlah yang harus dipersatukan.
Semestinya apabila melihat pada proses integrasi yang sedang berlangsung,
banyak unsur lain yang mempengaruhi dan menentukan adanya celah elit-massa dan
perbedaan-perbedaan teritorial. Unsur-unsur yang dimaksudakan itu tidak lain
daripada segi-segi kehidupan manusia yang tidak mengenal batas-batas ruang,
waktu, dan pembatasan-pembatasan lainnya. Segi-segi kehidupan manusia itu
adalah politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Integrasi
politik melibatkan dua masalah diantaranya yakni; Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan
negara. Kedua, bagaimana meningkatkan
consensus normative yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat.
Masalah pertama mencangkup persoalan pengakuan rakyat akan hak-hak yang
dimiliki negara dan rakyat harus mematuhinya. Jadi dalam hal ini yang dipermasalahkan
adalah bagaimana hubungan antara rakyat dan negara. kemudian pada masalah yang
kedua lebih bersifat pembinaan kesepakatan diantara sesama warga negara tentang
tingkah laku politik yang diperlukan agar sistem politik dapat berjalan dengan
baik. Menurut Weiner ada dua strategi yang dapat ditempuh oleh sesuatu
pemerintahan untuk mengatasi kedua masalah tersebut. Kedua strategi itu tidak
lain daripada apa yang dinamakannya asimilasi (dijadikannya kebudayaan suku
yang dominan dalam suatu negara sebagai kebudayaan nasional) dan persatuan
dalam keanekaragaman (pembentukan kesetiaan nasional dengan tidak menghilangkan
kebudayaan kelompok minoritas). Menurut Ake bahwa kelancaran dari suatu proses
pembinaan kesetiaan nasional ada kaitannya dengan budaya politik. Kematangan
budaya politik dari suatu bangsa adalah suatu prakondisi yang penting bagi
suatu integrasi yang tingg tingkatnya. Lebih lanjut Almond dan Verba
berpendapat bahwa kematangan suatu budaya sangat tergantung pada kesesuaian
antara struktur politik dan kebudayaan.
B. Kritik Terhadap Implementasi
Integrasi Politik di Indonesia
Saya akan mencoba menganalisis keadaan Indonesia secara
horizontal yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan geografi. saya
akan melihat keadaan ini pada kasus konflik sampit. Dalam hal ini, Konflik Sampit adalah peristiwa dimana
terjadinya kerusuhan antara suku Dayak asli dan warga migran Madura
etnis di Indonesia.
Sejarah awalnya bahwa Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan
tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.
Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap
banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan
perkebunan. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang
dari warga Madura yang semakin agresif. Penyebab inilah (kecemburuan sosial)
yang menyebabkan konflik tersebut pecah pada tanggal 18 Februari
2001 ketika dua warga
Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik Sampit mengakibatkan lebih
dari 500 kematian[2],
dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Dengan
demikian, teori dari Weiner tentang strategi asimilasi untuk menyelesaikan
kasus konflik di sampit ini tidak akan berguna. Penerapan Strategi asimilasi
justru akan cenderung meningkatkan ketegangan antara suku dayak dan Madura.
Saya menganalisis bahwa penyelesaian kasus sampit ini lebih tepat dengan
menggunakan teori dari Coleman dan Rosberg yang lebih menekankan dengan
mengurangi diskontinuitas dan ketegangan tersebut. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan yakni dengan mengerahkan sepenuhnya kekuatan dari aparat keamanan
(baik polisi dan TNI), keterlibatan pemerintah daerah (baik gubernur, bupati,
camat, dan kepala desa) untuk menyelesaikan pertikaian tersebut.
Konflik secara vertikal juga akan saya bahas dengan
memaparkan kasus di papua. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan papua
merdeka. Saya melihat bahwa awalnya keinginan merdeka rakyat papua disebabkan
karena rakyat papua dipandang sebelah mata (diremehkan), selain itu
ketidakmerataan pembangunan juga menjadi salah satu penyebabnya. Untuk mencegah
gerakan ini, teori dari Coleman dan Rosberg yang lebih menekankan integrasi
politik untuk menjembatani perbedaan antara elit dan massa lebih tepat untuk
digunakan dalam kasus ini. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintahan
Megawati pada tahun 2002 dengan memberikan otonomi khusus dengan diterbitkannya
uu no.21 tahun 2002 tentang otonomi khusus untuk papua dan dana-dana yang
menyertainya. Dengan pendekatan kesejahteraan masalah papua dapat diatasi demi
terwujudnya integrasi nasional. Dengan demikian integrasi nasional dapat
dicapai dengan menjembatani celah perbadaan antara elit dan massa.
Kritik
saya terhadap dua kasus tersebut bahwa hal ini menunjukan lemahnya perhatian
pemerintah terhadap masyarakat. Para elit penguasa lebih mengurusi masalah
pribadi atau kepentingan kelompok saja. Setelah terjadi kasus, barulah
pemerintah sadar atau memperhatikan
keadaan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, Integrasi nasional
tidak akan pernah tercapai kalo pemerintah selalu bertindak seperti ini.
[1]
Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, (PT
Gramedia: Jakarta, 1989), hal 4.
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit,
diakses pada tanggal 30 April 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar