Rabu, 17 Juli 2013

Integrasi Politik Serta Kritik Terhadap Implemenasinya di Indonesia



Integrasi Politik Serta Kritik Terhadap Implemenasinya di Indonesia
Oleh: Dr.H.Suhaeli,M.SI
A.    Teori Integrasi Politik
Teori tentang integrasi ini kemudian akan saya gunakan untuk melihat kondisi integrasi di Indonesia. Hal ini sangat menarik untuk melihat kondisi integrasi di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang multibangsa. Banyaknya etnis di Indonesia membuat Negara Indonesia sangat rawan konflik, sehingga integrasi politik sangat ditbutuhkan untuk menjaga stabilitas nasional. Oleh karena itu, Negara akan menggunakan integrasi politik sebagai alat untuk meminimalisir konflik-konflik antar etnis tersebut.
Dua orang sarjana barat yakni James J. Coleman dan Carl G. Rosberg melihat bahwa integrasi politik merupakan sebagai sauatu bagian dari integrasi nasional[1]. Dalam hal ini, integrasi nasional mempunyai dua dimensi yaitu vertikal dan dimensi horizontal. Secara vertikal Integrasi nasional bertujuan untuk menjembatani celah perbedaan yang mungkin ada antara elit dan massa dalam rangka pengembangan suatu proses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi. Kemudian secara horizontal integrasi nasional bertujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangkan proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen. Berbeda dengan pendapat dari Weiner yang menyatakan integrasi dengan mengidentifikasikan masalah-masalah yang tercakup dalam setiap pengertian integrasi. Weiner menampilkan beberapa pengertian integrasi lainnya seperti integrasi nilai dan integrasi tingkah laku. Dengan demikian, bagi Weiner masalah integrasi nasional tidak hanya meluputi masalah teritorial dan perbedaan elit-massa saja, tetapi bisa lebih luas lagi.
Menurut Nazaruddin Sjamsuddin melihat bahwa pengertian integrasi baik secara vertikal maupun secara horizontal terlalu banyak memusatkan dari pada arah dan tujuan integrasi. Dalam hal ini, Para ahli ini lebih banyak memfokuskan dari pada apa yang diintegrasikan di dalam proses perpaduan itu. Secara vertical integrasi politik lebih menekankan untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada pada kelompok yang berpengaruh dan yang dipengaruhi, selain itu secara horizontal integrasi politik lebih menekankan untuk wilayahlah yang harus dipersatukan. Semestinya apabila melihat pada proses integrasi yang sedang berlangsung, banyak unsur lain yang mempengaruhi dan menentukan adanya celah elit-massa dan perbedaan-perbedaan teritorial. Unsur-unsur yang dimaksudakan itu tidak lain daripada segi-segi kehidupan manusia yang tidak mengenal batas-batas ruang, waktu, dan pembatasan-pembatasan lainnya. Segi-segi kehidupan manusia itu adalah politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Integrasi politik melibatkan dua masalah diantaranya yakni; Pertama, bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan negara. Kedua, bagaimana meningkatkan consensus normative yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat. Masalah pertama mencangkup persoalan pengakuan rakyat akan hak-hak yang dimiliki negara dan rakyat harus mematuhinya. Jadi dalam hal ini yang dipermasalahkan adalah bagaimana hubungan antara rakyat dan negara. kemudian pada masalah yang kedua lebih bersifat pembinaan kesepakatan diantara sesama warga negara tentang tingkah laku politik yang diperlukan agar sistem politik dapat berjalan dengan baik. Menurut Weiner ada dua strategi yang dapat ditempuh oleh sesuatu pemerintahan untuk mengatasi kedua masalah tersebut. Kedua strategi itu tidak lain daripada apa yang dinamakannya asimilasi (dijadikannya kebudayaan suku yang dominan dalam suatu negara sebagai kebudayaan nasional) dan persatuan dalam keanekaragaman (pembentukan kesetiaan nasional dengan tidak menghilangkan kebudayaan kelompok minoritas). Menurut Ake bahwa kelancaran dari suatu proses pembinaan kesetiaan nasional ada kaitannya dengan budaya politik. Kematangan budaya politik dari suatu bangsa adalah suatu prakondisi yang penting bagi suatu integrasi yang tingg tingkatnya. Lebih lanjut Almond dan Verba berpendapat bahwa kematangan suatu budaya sangat tergantung pada kesesuaian antara struktur politik dan kebudayaan.
B.     Kritik Terhadap Implementasi Integrasi Politik di Indonesia
Saya akan mencoba menganalisis keadaan Indonesia secara horizontal yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan geografi. saya akan melihat keadaan ini pada kasus konflik sampit. Dalam hal ini, Konflik Sampit adalah peristiwa dimana terjadinya kerusuhan antara suku Dayak asli dan warga migran Madura etnis di Indonesia. Sejarah awalnya bahwa Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Penyebab inilah (kecemburuan sosial) yang menyebabkan konflik tersebut pecah pada tanggal 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian[2], dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Dengan demikian, teori dari Weiner tentang strategi asimilasi untuk menyelesaikan kasus konflik di sampit ini tidak akan berguna. Penerapan Strategi asimilasi justru akan cenderung meningkatkan ketegangan antara suku dayak dan Madura. Saya menganalisis bahwa penyelesaian kasus sampit ini lebih tepat dengan menggunakan teori dari Coleman dan Rosberg yang lebih menekankan dengan mengurangi diskontinuitas dan ketegangan tersebut. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni dengan mengerahkan sepenuhnya kekuatan dari aparat keamanan (baik polisi dan TNI), keterlibatan pemerintah daerah (baik gubernur, bupati, camat, dan kepala desa) untuk menyelesaikan pertikaian tersebut.
Konflik secara vertikal juga akan saya bahas dengan memaparkan kasus di papua. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan papua merdeka. Saya melihat bahwa awalnya keinginan merdeka rakyat papua disebabkan karena rakyat papua dipandang sebelah mata (diremehkan), selain itu ketidakmerataan pembangunan juga menjadi salah satu penyebabnya. Untuk mencegah gerakan ini, teori dari Coleman dan Rosberg yang lebih menekankan integrasi politik untuk menjembatani perbedaan antara elit dan massa lebih tepat untuk digunakan dalam kasus ini. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Megawati pada tahun 2002 dengan memberikan otonomi khusus dengan diterbitkannya uu no.21 tahun 2002 tentang otonomi khusus untuk papua dan dana-dana yang menyertainya. Dengan pendekatan kesejahteraan masalah papua dapat diatasi demi terwujudnya integrasi nasional. Dengan demikian integrasi nasional dapat dicapai dengan menjembatani celah perbadaan antara elit dan massa.
Kritik saya terhadap dua kasus tersebut bahwa hal ini menunjukan lemahnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat. Para elit penguasa lebih mengurusi masalah pribadi atau kepentingan kelompok saja. Setelah terjadi kasus, barulah pemerintah sadar atau memperhatikan  keadaan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, Integrasi nasional tidak akan pernah tercapai kalo pemerintah selalu bertindak seperti ini.



[1] Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, (PT Gramedia: Jakarta, 1989), hal 4.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit, diakses pada tanggal 30 April 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar