Kamis, 18 Juli 2013

Pemikiran Plato Tentang Negara Serta Refleksinya di Indonesia

Pemikiran Plato Tentang Negara Serta Refleksinya di Indonesia
Oleh:Dr.H.Suhaeli,M.SI
A.    Pemikiran Plato Tentang Negara
Tema pokok dalam bab II ini membahas tentang negara. Saya akan menjelaskan terlebih dahulu tentang biografi Plato. Plato dilahirkan dari keluarga aristokrat pada tahun 428 S.M. ia merupakan salah satu murid dari seorang filosof dimasa Yunani Kuno yakni Socrates. Cara-cara yang digunakan Plato dalam mengemukakan uraian mengenai sesuatu masalah mirip dengan Socrates, disamping itu karya-karya Plato banyak dipengaruhi oleh gurunya dan menuliskan pemikiran-pemikiran gurunya dalam beberapa buku karya Plato. peranan Socrates sangat besar terhadap pemikiran dan tindakan yang dilakukan oleh Plato. Dengan demikian, Socrates telah mewarisi tradisi keilmuan dan filsafatnya kepada Plato.
Pada upaya untuk mewujudkan negara ideal, Plato membagi struktur sosial sebuah negara menjadi tiga bagian. Ketiga jenis kelas tersebut diantaranya adalah kelas penguasa (yang mengetahui segala sesuatu), kelas pejuang (yang membantu penguasa), dan kelas pekerja (yang lebih mengutamakan keinginan dan nafsu). Dengan demikian. Pembagian struktur sosial ini, muncul akibat adanya perbedaan-perbedaan alamiah itu.
Secara umum saya merangkum empat poin dari konsepsi negara ideal menurut Plato diantara yakni[1], Pertama negara yang menghendaki adanya pendidikan untuk rakyatnya (penuh dengan kebajikan). Tujuan dari kehendak adanya pendidikan agar dapat mewujudkan manusia yang baik (berpengetahuan); Kedua, negara ideal menurut Plato juga melarang adanya hak milik serta kehidupan berfamili (hanya untuk kelas penguasa dan kelas pembantu penguasa). Kelas ketiga yakni pekerja dibolehkan untuk mempunyai hak milik dan berfamili karena tugas dari mereka memang untuk menyelenggarakan produksi perekonomian. adanya hak milik pribadi akan mengurangi dedikasi seseorang terhadap kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Kesempatan untuk bermilik akan menggoda seseorang untuk lebih mengutamakan kepentingan pribadi; Ketiga, negara ideal tidak memperkenankan lembaga perkawinan. Tidak seorangpun berhak mengklaim memiliki seorang istri. Istri harus menjadi milik kolektif. Lembaga perkawinan telah menciptakan ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan; dan Keempat, negara ideal menururt plato tidak menerapkan sistem demokrasi. Dalam negara demokrasi, system pemerintahan demokrasi akan melahirkan pemerintahan tirani. Prinsip kebabasan dalam demokrasi akan menyebabkan kekacauan sosial dan terjadinya perebutan kekuasaan antara rakyat dengan penguasa atau perebutan kekayaan antara yang kaya dengan yang miskin. Akibatnya, kohesi sosial semakin tereduksi dan segala bentuk konfrontasi semakin tidak terelakkan. Oleh karena itu, keseluruhan untuk mewujudkan negara ideal harus dipenuhi oleh negara.
Untuk menjelaskan bagaimana fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh negara, ia menganalogikan antara jiwa dan negara. Terdapat tiga unsur dalam jiwa manusia yakni Pertama, Unsur keinginan. Misalnya rasa lapar, dahaga, cinta. keinginan menyebabkan adanya asosiasi, perhubungan dan pergaulan antar sesama manusia. Manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia memerlukan manusia lain dalam mencukupi kebutuhan jasmani seperti makan dan minum. Kedua, unsur logos (akal) artinya dengan akalnya, manusia dapat belajar untuk mengetahui sesuatu. akal menyebabkan adanya pengetahuan sehingga dapat memberikan bimbingan kepada manusia yang lainnya. Ketiga, unsur semangat yang memberikan inspirasi untuk bertempur (dorongan untuk memberontak terhadap kesewenang-wenangan pemerintah). unsur ini berada ditengah antara unsur keinginan dengan unsur akal. Selarasa dengan adanya ketiga unsur di dalam jiwa, maka di dalam negara pun harus terdapat tiga jenis kelas dengan fungsinya masing-masing (berbeda-beda).

B.     Refleksi Pemikiran Plato di Indonesia
Saya akan merefleksikan dua konsep negara ideal Plato (prinsip kebajikan dan anti demokrasi) di Indonesia pasca reformasi. Menurut saya konsep negara ideal yang menekankan pada prinsip kebajikan (pengetahuan) sudah tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945  yang menyatakan bahwa “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa……..”. saya akan menganalisis antara cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan  fenomena yang terjadi saat ini di Indonesia. Berdasarkan data yang saya peroleh menunjukan bahwa tercatat ribuan bahkan jutaan anak di Indonesia putus sekolah karena tidak adanya biaya sekolah[2]. Hal ini disebabkan karena masih mahalnya biaya pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. bantuan BOS yang diberikan pemerintah pun masih belum bisa mengatasinya. antara cita-cita UUD 1945 dengan kenyataan sangat berbeda jauh. Oleh karena itu, pada prakteknya Negara Indonesia belum mencerminkan konsep negara ideal plato yang menekankan pada kebajikan (pengetahuan), tetapi secara konstitusi sudah mencerminkan pemikiran Plato tersebut.
Konsep Kedua dari negara ideal Plato tidak menerapkan sistem demokrasi. Berkaitan dengan Indonesia, saya melihat bahwa Indonesia ingin mewujudkan negara yang demokratis. Hal ini terlihat dengan adanya institusi-institusi yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Seperti lembaga legislative, partai politik, kpu dll. Selain itu, prinsip kebabasan dan persamaan sangat dijunjung tinggi di Indonesia. Dalam hal ini, saya akan menganalisis pelaksanaan pilkadal di Indonesia. Salah satu kasus yang akan dijadikan contoh yakni pilgub DKI Jakarta. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta mencatat sejak Pilkada putaran pertama hingga putaran kedua tercatat ada 51 pelanggaran[3]. dari 51 kasus tersebut, tiga kasus diantaranya masuk ranah pidana. Kasus pertama, pelanggaran iklan APPSI; kasus kedua, penyebaran buku Jokowi yang dilakukan oleh tiga orang di Gunung Sahari, Jakpus pada 19 September 2012; dan kasus ketuga, tertangkapnya tiga joki di TPS no 8 kelurahan Pasar Baru, Kec Sawah Besar, Jakpus. Saya melihat dalam salah satu kasus pilgub DKI Jakarta menunjukkan bahwa ada kebenaran dari khawatiran Plato yang menyatakan bahwa dalam demokrasi akan menyebabkan kekacauan sosial dan terjadinya perebutan kekuasaan antara rakyat dengan penguasa. praktek demokrasi harus diperbaiki lagi agar demokrasi dapat berjalan dengan baik di Indonesia. Dengan demikian, Negara Indonesia juga belum mencerminkan dari pemikiran plato yang anti demokrasi.
Kritik saya terhadap fenomena pendidikan di Indonesia yakni Pertama, masih buruknya kualitas pendidikan di Indonesia harus segera ditingkatkan lagi mutu pendidikan. Harus ada komitmen yang jelas dari pemerintah untuk mewujudkan cita-cita UUD 1945; Kedua, baik dan buruknya demokrasi salah satunya ditentukan oleh baik atau buruknya tingkat pendidikan masyarakatnya. Oleh karena itu, Antara pendidikan dan demokrasi saling mempengaruhi (berkaitan). 


[1] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal 36-43.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar