Pemikiran
Plato Tentang Negara Serta Refleksinya di Indonesia
Oleh:Dr.H.Suhaeli,M.SI
A. Pemikiran Plato Tentang Negara
Tema pokok dalam bab II
ini membahas tentang negara. Saya akan menjelaskan terlebih dahulu tentang
biografi Plato. Plato dilahirkan dari keluarga aristokrat pada tahun 428 S.M.
ia merupakan salah satu murid dari seorang filosof dimasa Yunani Kuno yakni
Socrates. Cara-cara yang digunakan Plato dalam mengemukakan uraian mengenai
sesuatu masalah mirip dengan Socrates, disamping itu karya-karya Plato banyak
dipengaruhi oleh gurunya dan menuliskan pemikiran-pemikiran gurunya dalam
beberapa buku karya Plato. peranan Socrates sangat besar terhadap pemikiran dan
tindakan yang dilakukan oleh Plato. Dengan demikian, Socrates telah mewarisi
tradisi keilmuan dan filsafatnya kepada Plato.
Pada upaya untuk
mewujudkan negara ideal, Plato membagi struktur sosial sebuah negara menjadi
tiga bagian. Ketiga jenis kelas tersebut diantaranya adalah kelas penguasa
(yang mengetahui segala sesuatu), kelas pejuang (yang membantu penguasa), dan
kelas pekerja (yang lebih mengutamakan keinginan dan nafsu). Dengan demikian.
Pembagian struktur sosial ini, muncul akibat adanya perbedaan-perbedaan alamiah
itu.
Secara umum saya
merangkum empat poin dari konsepsi negara ideal menurut Plato diantara yakni[1], Pertama negara yang menghendaki adanya
pendidikan untuk rakyatnya (penuh dengan kebajikan). Tujuan dari kehendak
adanya pendidikan agar dapat mewujudkan manusia yang baik (berpengetahuan); Kedua, negara ideal menurut Plato juga
melarang adanya hak milik serta kehidupan berfamili (hanya untuk kelas penguasa
dan kelas pembantu penguasa). Kelas ketiga yakni pekerja dibolehkan untuk
mempunyai hak milik dan berfamili karena tugas dari mereka memang untuk
menyelenggarakan produksi perekonomian. adanya hak milik pribadi akan
mengurangi dedikasi seseorang terhadap kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Kesempatan untuk bermilik akan menggoda seseorang untuk lebih mengutamakan
kepentingan pribadi; Ketiga, negara
ideal tidak memperkenankan lembaga perkawinan. Tidak seorangpun berhak
mengklaim memiliki seorang istri. Istri harus menjadi milik kolektif. Lembaga
perkawinan telah menciptakan ketidaksamaan antara laki-laki dengan perempuan;
dan Keempat, negara ideal menururt
plato tidak menerapkan sistem demokrasi. Dalam negara demokrasi, system
pemerintahan demokrasi akan melahirkan pemerintahan tirani. Prinsip kebabasan
dalam demokrasi akan menyebabkan kekacauan sosial dan terjadinya perebutan
kekuasaan antara rakyat dengan penguasa atau perebutan kekayaan antara yang
kaya dengan yang miskin. Akibatnya, kohesi sosial semakin tereduksi dan segala
bentuk konfrontasi semakin tidak terelakkan. Oleh karena itu, keseluruhan untuk
mewujudkan negara ideal harus dipenuhi oleh negara.
Untuk menjelaskan
bagaimana fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh negara, ia menganalogikan
antara jiwa dan negara. Terdapat tiga unsur dalam jiwa manusia yakni Pertama, Unsur keinginan. Misalnya rasa
lapar, dahaga, cinta. keinginan menyebabkan adanya asosiasi, perhubungan dan
pergaulan antar sesama manusia. Manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia
memerlukan manusia lain dalam mencukupi kebutuhan jasmani seperti makan dan
minum. Kedua, unsur logos (akal)
artinya dengan akalnya, manusia dapat belajar untuk mengetahui sesuatu. akal menyebabkan
adanya pengetahuan sehingga dapat memberikan bimbingan kepada manusia yang
lainnya. Ketiga, unsur semangat yang
memberikan inspirasi untuk bertempur (dorongan untuk memberontak terhadap
kesewenang-wenangan pemerintah). unsur ini berada ditengah antara unsur
keinginan dengan unsur akal. Selarasa dengan adanya ketiga unsur di dalam jiwa,
maka di dalam negara pun harus terdapat tiga jenis kelas dengan fungsinya
masing-masing (berbeda-beda).
B. Refleksi Pemikiran Plato di
Indonesia
Saya
akan merefleksikan dua konsep negara ideal Plato (prinsip kebajikan dan anti
demokrasi) di Indonesia pasca reformasi. Menurut saya konsep negara ideal yang
menekankan pada prinsip kebajikan (pengetahuan) sudah tercantum dalam pembukaan
undang-undang dasar 1945 yang menyatakan
bahwa “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa……..”. saya akan menganalisis antara cita-cita untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan fenomena yang
terjadi saat ini di Indonesia. Berdasarkan data yang saya peroleh menunjukan
bahwa tercatat ribuan bahkan jutaan anak di Indonesia putus sekolah karena
tidak adanya biaya sekolah[2]. Hal
ini disebabkan karena
masih mahalnya biaya
pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. bantuan BOS yang
diberikan pemerintah pun masih belum bisa mengatasinya. antara cita-cita UUD
1945 dengan kenyataan sangat berbeda jauh. Oleh karena itu, pada prakteknya Negara
Indonesia belum mencerminkan konsep negara ideal plato yang menekankan pada
kebajikan (pengetahuan), tetapi secara konstitusi sudah mencerminkan pemikiran
Plato tersebut.
Konsep
Kedua dari negara ideal Plato tidak menerapkan sistem demokrasi. Berkaitan
dengan Indonesia, saya melihat bahwa Indonesia ingin mewujudkan negara yang
demokratis. Hal ini terlihat dengan adanya institusi-institusi yang
mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Seperti lembaga legislative, partai
politik, kpu dll. Selain itu, prinsip kebabasan dan persamaan sangat dijunjung
tinggi di Indonesia. Dalam hal ini, saya akan menganalisis pelaksanaan pilkadal
di Indonesia. Salah satu kasus yang akan dijadikan contoh yakni pilgub DKI
Jakarta. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta mencatat sejak Pilkada
putaran pertama hingga putaran kedua tercatat ada 51 pelanggaran[3].
dari 51 kasus tersebut, tiga kasus diantaranya masuk ranah pidana. Kasus
pertama, pelanggaran iklan APPSI; kasus kedua, penyebaran buku Jokowi yang
dilakukan oleh tiga orang di Gunung Sahari, Jakpus pada 19 September 2012; dan
kasus ketuga, tertangkapnya tiga joki di TPS no 8 kelurahan Pasar Baru, Kec
Sawah Besar, Jakpus. Saya melihat dalam salah satu kasus pilgub DKI Jakarta
menunjukkan bahwa ada kebenaran dari khawatiran Plato yang menyatakan bahwa
dalam demokrasi akan menyebabkan kekacauan sosial dan terjadinya perebutan
kekuasaan antara rakyat dengan penguasa. praktek demokrasi harus diperbaiki
lagi agar demokrasi dapat berjalan dengan baik di Indonesia. Dengan demikian,
Negara Indonesia juga belum mencerminkan dari pemikiran plato yang anti
demokrasi.
Kritik saya
terhadap fenomena pendidikan di Indonesia yakni Pertama, masih buruknya kualitas pendidikan di Indonesia harus
segera ditingkatkan lagi mutu pendidikan. Harus ada komitmen yang jelas dari
pemerintah untuk mewujudkan cita-cita UUD 1945; Kedua, baik dan buruknya demokrasi salah satunya ditentukan oleh baik
atau buruknya tingkat pendidikan masyarakatnya. Oleh karena itu, Antara
pendidikan dan demokrasi saling mempengaruhi (berkaitan).
[1]
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal 36-43.
[2]
http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/16/15315/Ribuan.Siswa.Putus.Sekolah,
diakses pada tanggal 7 Mei 2013.
[3]
http://aceh.tribunnews.com/2012/10/08/51-pelanggaran-pilkada-dki-tiga-kasus-masuk-ke-polda-metro,
diakses pada tanggal 7 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar